Kasihan sebenarnya Prabowo ini. Terlalu
banyak orang-orang aneh disekitarnya sehingga Prabowo sudah tidak bisa
menilai mana yang bisa dipercaya atau tidak. Semua informasi dari
orang-orang sekitarnya kebanyakan tidak dapat dipertanggung-jawabkan,
terutama dari PKS dan ARB dan kawan-kawan.
Awal dari semua yang mempermalukan Prabowo adalah
ketika ARB mengganti lembaga survey Poltracking dengan 3 lembaga survey
abal-abal yang menyiarkan quick count pada tanggal 9 Juli kemarin.
Inilah yang membuat Prabowo sampai melakukan Sujud Syukur Kemenangan
yang ternyata merupakan kemenangan palsu.
Setelah 3 lembaga survey tersebut ketahuan
abal-abal, Prabowo tentunya merasa sangat malu. Apalagi ambisinya untuk
menang begitu tinggi sehingga dengan mempertahankan gengsinya dia ingin
mencari suatu pegangan yang dapat digunakan untuk mempertahankan klaim kemenangannya tersebut.
Dan masuklah PKS dengan menyodorkan hitung-hitungan
yang sebenarnya sangat diragukan kebenarannya. Andai saja Prabowo
membaca Kompasiana pada tanggal 10 Juli 2014 tentu Prabowo bisa mengerti
bahwa Real Count PKS itu abal-abal dan sempat dipublish di Inilah.com
yang akhirnya menimbulkan kontroversi.
Kebingungan Prabowo saat itu membuat
nalar dan logikanya tidak tajam sehingga bisa percaya begitu saja
perhitungan Real Count PKS. Bagaimana mungkin PKS mampu menghitung real
count pada tanggal 10 juli (dalam waktu 1×24 jam)berbekal scan form C1
dari 270.000 TPS? Seberapa hebat IT dari PKS sehingga mampu mengumpulkan
data C1 dari 270.000 TPS dalam waktu 24 jam dan langsung menghitungnya dilanjutkan dengan mempresentasikannya kepada Prabowo.
Dan kemudian PKS semakin menjadi-jadi “membius” Prabowo untuk menjadikan hitungan
mereka sebagai pegangan Koalisi Merah Putih sehingga Prabowo pun dengan
PeDe nya berkali-kali menyatakan dirinya unggul dari Jokowi. Begitu
juga didepan media asing dimana Prabowo dengan yakinnya mengatakan dirinya lah yang mendapat mandat dari rakyat.
Tetapi kemudian ketika tanggal 15 Juli 2014, begitu
Kawalpemilu.org dan beberapa website lain merilis perhitungan suara
berdasarkan form C1 yang dipublish KPU mulailah Prabowo mulai ragu
dengan perhitungan PKS. Akan tetapi PKS kembali
tetap berusaha meyakinkannya bahwa Hitungan PKS yang paling tepat. PKS
bahkan membumbui-bumbui dengan melaporkan adanya kecurangan-kecurangan
tim Jokowi kepada Prabowo.
Disinilah Prabowo tidak punya pilihan lain. Ada informasi / kabar burung juga bahwa Polri juga sempat diam-diam ikut
menghitung perolehan suara Pilpres dan bila memang benar tentu saja
tidak dapat dipakai sebagai patokan karena perhitungan personil Polri
tentu sangat terbatas karena memang tujuannya hanya untuk kontrol
keamanan saja. (hanya daerah yang berpotensi konflik saja yang akan
diliput oleh Polri). Dan selanjutnya mungkin
saja sebagian kecil data dari Polri disatukan dengan data PKS dan
dimodifikasi oleh PKS sehingga Prabowo percaya begitu saja.
Kemudian waktu berlalu hingga tanggal 20 Juli 2014.
Kawalpemilu.org sudah merilis perhitungan C1 hingga 93% atau setara 117
juta suara dengan kemenangan Jokowi 52,80%, Prabowo mulai galau. Dan
pada saat galau tersebut kembali PKS membakar Prabowo dengan melaporkan
ada kecurangan di 5.841 TPS di DKI. Kecurangan itu menurut PKS sudah
dilaporkan ke Bawaslu dan Bawaslu sudah merekomendasikan PSU ke KPU DKI
tapi tidak dilaksanakan oleh KPU DKI. Akhirnya saat itu terbakar sudah
emosi dari Prabowo gara-gara informasi palsu dari PKS.
Selanjutnya Prabowo mulai berpikir-pikir untuk
menggugat KPU. Apalagi sudah ada tambahan data-data yang disebut
kecurangan oleh PKS di sejumlah TPS di Jawa Timur. Semua ini membuat
Prabowo menjadi kehilangan nalarnya.
Tibalah tanggal 21 Juli dimana KPU sudah melakukan rekapitulasi di tingkat Nasional dengan data masuk diatas 80% dan tetap menunjuk kemenangan Jokowi 52%.
Di titik itulah kubu Prabowo yang terdiri dari Idrus Marham,
Habiburokman dan PKS berteriak karena paniknya. Mereka mulai mengancam
dan akan mempidanakan KPU kalau meneruskan perhitungan rekapitulasi di tingkat nasional.
Prabowo pun benar-benar terbakar emosi akibat ulah
para pendukungnya tersebut hingga langsung membuat konsep untuk
mengundurkan diri dari Pilpres 2014.
Dan ketika tanggal 22 Juli Siang terlihat
rekapitulasi nasional KPU tidak bisa dihentikan meskipun tim saksi sudah
bersilat lidah hingga ratusan jurus di gedung KPU maka terjadilah
blunder besar dari Prabowo. Terjadilah
Pidato hebohnya dengan menarik diri dari Pilpres 2014, menyatakan
menolak Hasil Pilpres 2014 dan memanggil para saksi yang ada di gedung
KPU.
Tapi ternyata pengumuman Prabowo tersebut tidak
mengganggu sama sekali proses rekapitulasi nasional di KPU dan KPU masih
berusaha menyelesaikannya hingga tahap penetapan Pemenang pIlpres. Begitu
juga dengan pakar-pakar Tata Negara langsung mengeluarkan
pendapat-pendapatnya bahwa dengan mundurnya Prabowo maka Jokowi sudah
pasti menjadi Presiden dan tinggal menunggu pelantikannya saja. Prabowo sudah mundur dan tidak bisa menggugat lagi di MK.
Dan akhirnya mulailah kejadian-kejadian lucu terjadi.
Pertama berkaitan denga Mahfud MD.
Sehari sebelumnya pada tanggal 21 Juli, Ketua Tim
Kemenangan Prabowo, Mahfud MD sudah mengatakan ke media bahwa kalau KPU
sudah menetapkan pemenangnya adalah Jokowi maka dia akan mengajukan
pengunduran diri sebagai ketua Tim Prabowo. Menurutnya
PSU itu tidak perlu, Penundaan Pengumuman KPU juga tidak perlu. Dan
bila mengajukan gugatan ke MK itu sangat sulit berdasarkan pengalamannya
selama di MK.
Dan pada tanggal 22 Juli, ketika Prabowo selesai berpidato tersebut, Mahfud MD langsung mengundurkan diri dan digantikan oleh Letjen (purn) Yunus Yosfiah. Dan
setelah mengundurkan diri Mahfud berpesan agar kalau Tim Prabowo
mengajukan gugatan ke MK, bukti-bukti yang dilampirkan harus benar-benar
kuat. Dan ketika media bertanya
lagi kepada Mahfud seberapa besar peluang Prabowo memenangkan gugatan
di MK, maka Mahfud menyatakan tidak tahu. Dia lupa karena sudah 2 tahun
tidak di MK. Ini kan lucu karena sebelumnya pada tanggal 21 Juli dia sudah mengatakan hal yang berbeda.
Kelucuan kedua berkaitan dengan Fadli Zon, dimana pada tanggal 22 Juli malam, begitu banyak pakar Tata Negara mengeluarkan pendapatnya, Fadli langsung buru-buru
mengeluarkan pernyataan bahwa Prabowo tidak mengundurkan diri dari
Pilpres 2014. Prabowo hanya menarik diri dari Rekapitulasi Nasional di
KPU. Ini sungguh lucu. Secara
kontekstual pidato Prabowo yang sudah tersebar kemana-mana menyatakan
menolak hasil Pilpres, KPU tidak jujur dan menarik diri dari proses yang
terjadi. Namanya menarik diri ya pasti sama dengan mengundurkan diri. Lalu memisahkan proses rekapitulasi dengan proses pencoblosan juga sangat aneh. Perhitungan
Rekapitulasi itu terjadi karena ada pencoblosan jadi rekapitulasi
perhitungan dan pencoblosan itu adalah suatu kesatuan. Tapi biarlah,
semua pihak baik KPU dan MK tidak mau mempermasalahkan kata-kata. (pasti
sudah tahu berdebat dengan Fadli Zon itu sama saja berdebat dengan
Pokrol Bambu. Buang-buang waktu saja). Dan KPU dan MK mempersilahkan
Prabowo mengajukan gugatan ke MK.
Kelucuan Ketiga terjadi dengan Yunus Yosfiah, dimana Ketua Tim yang baru ini
mungkin dibisikin oleh PKS bahwa kemungkinan besar data KPU di Hack
oleh para Hacker. Berita sebelumnya di media ada sejumlah 37 orang
Hackers ditangkap polisi. Dan Yunus Yosfiah tanpa menyaring lagi
informasi tersebut langsung mengatakan ke Media bahwa 37 Hackers dari
Korea dan Tiongkok telah meretas data Pilpres 2014. Ini kan o’on dan
lucu. Mana mungkin data manual dan berjenjang bisa di hack oleh seorang
hacker. Jangankan puluhan Hacker, ribuan hackerpun tidak akan mungkin
mampu meretas data yang dihitung secara manual dan berjenjang seperti
data Pilpres ini. Dan akhirnya
Yunus Yosfiah ketemu batunya karena Duta Besar Korea yang mendengar
pernyataannya langsung ke Polri dan datang ke rumah Polonia untuk
meminta klarifikasi hal tersebut. Belum diketahui bagaimana akhirnya penjelasan dari Tim Prabowo kepada Dubes Korea tersebut.
Selanjutnya Kelucuan keempat terjadi dengan Tantowi Yahya.
Tantowi ini mungkin anggota DPR yang paling pintar. Karena merasa
koalisi Merah Putih menguasai parlemen maka Tantowi mempunyai ide untuk
membentuk Pansus Pilpres di DPR. Ini benar-benar pinter dan keblinger.
Menurut beberapa pengamat politik yang ada, Tantowi Yahya ini sedang melawan Kewarasan Nasional. Saking
pintarnya Tantowi sehingga dia tidak tahu bahwa Lembaga Negara yang
punya wewenang menyatakan hasil pemilu adalah KPU dan MK. Dengan
melibatkan DPR pada proses pemilu itu artinya DPR diajak ikut serta
untuk mempolitisasi pemilu. Dan sudah pasti berarti bahwa koalisi merah putih memang berniat ingin merekayasa hasil pemilu. Ckckck.
Dan Kelima atau yang terakhir yang ane dengar dan membuat ane sakit perut adalah yang berkaitan dengan tim saksi PKS.
Tadi siang Tantowi Yahya menyatakan bahwa besok
sore tanggal 25 Juli jam 17.00 Tim Prabowo-Hatta akan mendaftarkan
gugatannya ke Mahkamah Konstitusi. Tantowi mengatakan tim nya sedang
mengumpulkan bukti-bukti yang ada.
Tapi ternyata tadi sore tim saksi dari PKS Muhamad Taufik dan Ketua DPW PKS Jakarta Slamet Nurdin juga sudah melapor ke Polisi dengan perkara bahwa berkas-berkas kecurangan pada pilpres yang dimiliki mereka telah hilang padahal mau digunakan untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Nah loh. Kok bisa sampai hilang sih? Memangnya nyimpennya dimana sampai bisa hilang begitu? Hahahaa.
Dan ketua Tim saksi dari PKS juga curhat ke Polisi bahwa KPU telah berlaku curang pada Pilpres 2014 ini. Disisi lain mereka juga yakin akan memenangkan gugatan di MK. Mereka juga mengklaim bahwa bukti-bukti yang mereka miliki saat ini kurang lebih sejumlah 10 Truk. 10 Truk? Ane membayangkannya saja sudah susah dan bingung. Hahahahaa
Ya begitulah semakin lama semakin lucu mereka. Entah besok ada lelucon apa lagi yang keluar dari koalisi Merah Putih ini. Yah bagaimana lagi, nasibnya Prabowo memang begitu.
Sumber : Kompasiana